"Gempuran Tata Ruang Metropolitan Rebana", Kolaborasi Dosen PWK dan Walhi dalam Diskusi Publik Lingkungan Hidup XIV Walhi Jabar

"Gempuran Tata Ruang Metropolitan Rebana", Kolaborasi Dosen PWK dan Walhi dalam Diskusi Publik Lingkungan Hidup XIV Walhi Jabar

29/10/2023

Perencanaan Wilayah dan Kota

Menanggapi lahirnya Peraturan Presiden No.87 Tahun 2021 tentang Pembentukan Kawasan Metropolitan Rebana, pada Senin (25/09/2023) Walhi berkolaborasi dengan Mapala Gunati UGJ melaksanakan diskusi publik dalam rankaian acara Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup ke-XIV Walhi Jabar. Pada kesempatan tersebut berbagai stakeholder terkait seperti perwakilan dan BAPPENAS, DLH Provinsi Jawa Barat, Bappeda Provinsi Jawa Barat, Tenaga Ahli Walhi, akademisi, dan mahasiswa dihadirkan secara hybrid untuk memberikan sumbang saran dan respon kritis terkait munculnya perpres tersebut. Sebagai perwakilan akademi, Arni Muslimah (Dosen PWK UGJ) memberikan paparan terkait perspektif pembangunan kawasan metropolitan terhadap kondisi daya dukung lingkungan (DDL).
Tujuan dari pengembangan kawasan metropolitan rebana adalah untuk menciptakan kutub pertumbuhan di pesisir utara jawa meliputi Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Sumedang, dan Kuningan. Tercatat terdapat 13 Kawasan Peruntukan Industri (KPI) yang tersebar di jalur Pantura, Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan, dan Rencana Pengemban Kota Cirebon sebagai Pusat Kawasan Metropolitan. Tidak dapat dpungkiri bahwa sektor industri dijadikan sebagai sektor pemimpin (leading sector) yang diharpkan mampu memberikan dorongan dalam mempercepat urbanisasi dan penyerapan tenaga kerja. Namun demikian keberadaan sektor industri sebagai leading sector memiliki kecenderungan membebani lingkungan dengan potensi pencemaran lingkungan dan pemanfaatan SDA skala besar. Polusi udara oleh proses industri dan transportasi; pencemaran lingkungan oleh limbah industri; pemanfaatan air tanah secara berlebih; dan krisis pembangkit listrik dari sumber energi fosil menjadi isu lingkungan yang harus diantisipasi dengan sebuah kerangka rigid aturan pengelolaan lingkungan hidup dan segera diimplementasikan dalam sebuah aksi nyata. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi ancaman dampak lingkungan yang bisa terjadi jika pembangunan kawasan metropolitan tidak beriringan dengan upaya peningkatan daya dukung lingkungan.
Saat ini wilayah Pantura Jabar memiliki isu lingkungan yang belum terselesaikan seperti penanganan sampah, abrasi, polusi udara, krisis air bersih dan banjir musiman. Kondisi lingkungan yang rentan jika ditambah dengan laju urbanisasi yang tinggi maka kemungkinan terjadinya bencana ekologi akan semakin tinggi. Namun demikian, pembangunan kawasan metropolitan adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri sebagai bagian dari proses urbanisasi. Sehingga para pemangku kebijakan perlu mengambil jalan tengah untuk tetap menjalankan pembangunan yang berkeadilan secara ekonomi, ekologi, dan sosial. 
Pada kesempatan tersebut Arni juga menjelaskan kepada mahasiswa pecinta alam di Cirebon Raya bahwa menjaga lingkungan hidup bukanlah tugas pemerintah dan insinyur melainkan tugas siapapun yang menjadi manusia. Perdebatan terkait pengelolaan lingkungan hidup tidak akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Perlu aksi nyata dan implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang setara dengan besarnya isu lingkungan yang terjadi dan dilaksanakan secara komprehensive dari skala individu, rumah tangga, komunitas, dan pemerintah setempat.